Skip to main content

Wisata Curug Nangka


Berangkat malam-malam dengan zero pengetahuan tentang lokasi tujuan, tapi tetap tenang, teman seperjalanan saya si Mardi sudah pernah ke sana. Tujuan kami adalah lokasi kegiatan teman-teman yang sedang ada safari ke Curug Nangka. Pernah dengar Curug Nangka ini? Silahkan browsing ya... hee..

Perjalanan di mulai sekitar pukul 18.40, setelah menunggu seorang teman yang katanya ingin ikut, tapi sayang ternyata sedang tidak enak badan petang itu. Jadilah kami pergi berdua dengan dua motor.

Berangkat dari Dramaga, jalur yang kami pilih adalah lewat Gunung Batu, sebenarnya bisa juga lewat Ciherang, tapi mungkin jalur itu kurang penerangan pada malam hari. Kondisi ini saya ketahui waktu pulang dari sana, jadi wajar kalau teman saya memilih jalur Gunung Batu.

Memasuki daerah Ciapus, kami berhenti untuk makan malam di warung lamongan. Saat masih menunggu nasi goreng masak, hujan gerimis turun. Tidak butuh waktu lama untuk menjadi hujan lebat, dan kami harus menunggu beberapa waktu hingga langit cukup ramah. Perjalanan dilanjutkan, jalanan cukup sempit dan semakin menanjak.

Semakin dekat dengan lokasi jalan semakin sepi dan gelap, dan akhirnya kami sampai di Cunang Hill Resort. Tepat saat kami mendaftar untuk mengikuti acara yang sedang berlangsung di resort ini, satu teman kami yang memang sudah janji untuk bertemu di TKP memarkirkan kendaraannya di halaman, si Artha. Saat malam semakin larut kami mengikuti satu rangkaian kegiatan di aula yang terletak di belakang resort. Selesai kegiatan, saya dan Artha mengobrol agak lama di teras depan kamar sambil menunggu Mardi yang rupanya sedang jadi baskom curhat salah satu adik kelasnya. Cukup lama kami ngobrol hingga rasanya saya sudah malas untuk bicara karena cukup lelah dan ngantuk. Saat Mardi datang, kami langsung masuk dan saya langsung berbaring. Hilang.

 Pagi, Mardi rupanya ada pengajian di kota Bogor, jadi dia pulang duluan. Tinggal saya dan Artha, sebenarnya Artha ingin pulang juga, saya sendiri ingin naik ke curug. Tapi kemudian Artha memutuskan untuk menemani saya. Kami berdua membayar biaya masuk kawasan wisata Curug Nangka kepada penjaga pos dari Balai TNHS. Biaya masuk 11 ribu dua orang.

Setelah melewati jejeran pinus di sebelah kiri dan kanan, Motor kami parkir di depan jejeran kios makanan beberapa meter dari depan pintu masuk ke kawasan. Sebelum mendaki ke curug, kami putuskan untuk sarapat di salah satu warung di halaman parkir. Dengan uang Rp. 7000 rupiah, kami makan masakan yang sangat nyaman untuk ukuran warung kecil seperti tempat kami makan. Tehnya mungkin agak mahal, 4000 rupiah, tapi untuk satu gelas besar.

Selesai makan, kami langsung naik, karena khawatir hujan akan turun dan jadi berbahaya untuk mengunjungi ketiga curug yang ada di lokasi ini. Ok, saya lupa, di lokasi curug nangka ini sebenarnya ada tiga curug, yang paling tinggi lokasinya adalah curug Kawung. Air dari curug kawung akan mengalir ke sungai dan membentuk curug Daun, lalu mengalir lagi dan jatuh di curug nangka yang berada pada lokasi paling rendah.

Melewati sebuah jembatan kecil, kami langsung di sambut oleh Macaca fascicularis. Mungkin karena keadaan masih sepi,kera-kera ini dapat berkeliaran di sekitar lokasi ini. Saat akan mengambil gambar salah satu kera yang cukup besar, saya sempat merinding karena kera tersebut mendesis dan menunjukkan wajah dan posisi mengancam. Mungkin dia sedang tidak mood untuk di potret, jadi saya langsung berjalan lagi.

Disebelah kanan seberang sungai kita dapat melihat camping ground yang memanjang dari atas ke bawah. Beberapa tenda dibangun di tepinya, sementara tidak tampak aktifitas apapun disekitar tenda tersebut. Didepan kami jalan setapak tampak bercabang, lurus keatas tampak jelas, sedangkan ke kanan jalan setapak yang ditumbuhi rumput yang cukup subur. Saat melihat ke arah atas, saya memperkirakan cabang jalan setapak tadi adalah jalan ke curug nangka. Namun karena cuaca sedang mendung, kami langsung lurus keatas. Menurut ibu yang punya warung tempat kami makan tadi, jalan ke curug nangka harus mengikuti sungai kecil yang berhulu di curug tersebut, namun saat hujan, sungai itu bisa tiba-tiba membesar dan menjadi berbahaya bagi yang melewatinya.

Baru beberapa meter meninggalkan jalan ke curug nangka tadi, gerimis datang, kami tetap jalan, tidak lama kemudian gerimis menjadi hujan lebat. Untungnya ada sebuah bangunan toilet umum di depan kami yang dijaga oleh seorang anak kecil, kami bisa numpang berteduh di terasnya. Dua orang ibu-ibu ikut berteduh, sambil menggotong sebuah baskom berisi nasi kuning, mereka bergegas. Beberapa saat kemudian, seorang wanita yang lebih tua, mungkin umurnya hampir 70, datang membawa baskom seperti dua orang ibu sebelumnya. Dia menawarkan barang dagangannya pada kami berdua. Dalam hati saya salut dengan mbah yang satu ini, meski fisiknya tampak sudah sangat uzur, dia tetap bersemangat mencari nafkah.

Curug Nangka, Curug Daun, Taman Nasional Salak Halimun, Bogor

Saat hujan reda, perjalanan kami lanjutkan. Melewati curug daun saya hanya mengambil beberapa foto dan langsung berjalan kembali hingga hampir sampai di kaki curug Kawung. Hujan kembali turun lumayan deras, di depan kami ada bangunan pemantau air, disana kami berteduh sambil ngobrol. Saat hujan reda, kami langsung bergerak ke kaki curug. Seperti biasa, saya langsung mendokumentasikan pemandangan. Tidak lupa sedikit narsis.


Setelah mengambil beberapa foto, kami langsung pulang.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Submit Artikel di Vivalog agar di Approve

Sudah bebeberapa artikel saya submit di vivalog , sudah beberapa kali malah, tapi tidak satu pun yang masuk dan di publish di sana. Rasanya agak frustasi juga (yang ringan saja), karena agak bertanya-tanya apa yang salah dari artikel saya. Saya pun mencari-cari apa yang salah dengan artikel yang saya submit di beberapa blog melalui google. Akhirnya karena tidak juga menemukan jawaban yang memuaskan saya melepas i-frame dari vivalog karena merasa ada ketidakadilan. Sementara saya memasang frame di blog saya, vivalog tidak menerima satupun artikel yang saya submit. Kemarin, saya mencoba kembali submit artikel di vivalog , Alhamdulillah, saya sangat bersyukur ternyata kali kemarin artikel saya bisa di approve dan di publish di vivalog. Bahkan langsung menjadi salah satu artikel populer, dan seperti penjelasan di banyak blog lainnya, visitor saya langsung meroket hingga sepuluh kali lipat. Rasanya jadi terbayar sekali saya membuat atau menyadur artikel di blog saya . Saya kemu...

Pantai Temajuk: 1. Perjalanan Panjang

Muara Sungai Paloh Pantai Temajok adalah salah satu pantai paling indah di Kalimantan Barat, pantai ini terletak di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas, bagian paling barat dari pulau Kalimantan. Tahun 2007 saya sempat mengunjungi tempat tersebut untuk mengikuti suatu kegiatan kepencintaalaman. Kunjungan saya ke Pantai Temajok itu meninggalkan kenangan yang sangat mengesankan bagi saya, karena suasana desa yang masih asri dengan pantai yang masih sangat alami relatif sulit untuk diakses. Sebagai pengingat bagi saya dan mungkin bisa bermanfaat bagi pembaca, maka berikut saya ceritakan pengalaman perjalanan tersebut. Memang kejadiannya sudah berlangsung tujuh tahun yang lalu, tapi mungkin kondisinya menurut saya masih relevan dengan kondisi saat ini. Perjalanan dimulai dari tepian Sungai Kapuas di sekretariat Mapala Arkha UPB Kota Pontianak pada subuh hari, tanggalnya saya lupa. Menggunakan bus kapasitas 30 penumpang kami meninggalkan Pontianak menuju Sambas. Setelah kurang l...

Pantaskah Aku disebut Sebagai Seorang Blogger?

Beberapa hari yang lalu saya menemukan satu bacaan yang menarik di Kompasiana, tentang dunia perbloggeran yang agak menggelitik dan bikin gelisah (geli-geli bas... ah sudahlah). Pernyataannya adalah sebagai berikut: Begitu mudah kita menempelkan suatu profesi hanya karena melakukan satu dua pekerjaan saja. Menyebut diri blogger hanya karena punya blog (padahal tidak update juga), bla bla bla.... Pernyataan diatas bisa dilihat dalam kolom Dari Redaksi yang ditulis oleh Pemred Femina. Bagaimana menurut rekan-rekan? Adakah perasaan tergelitik... atau tersinggung? Tapi tunggu dulu, pernyataan sang Pemred tersebut masih ada kelanjutannya, berikut potongan lainnya... “Mungkin ini urusan pribadi, namun di ranah profesional hal ini sulit dibenarkan. Penghargaan terhadap mereka yang betul-betul berprofesi itu menjadi terabaikan. Apalagi ketika mereka kalah ‘pamor’ dengan para wannabe ini yang populer di ranah maya”. Gimana? Ada yang tersenggol? Pernyataan di atas saya ketahui dari blog K...