Skip to main content

Pendaki wanita tewas di Gunung Gede






 View  Gunung Gede dari Alun-alun Surya Kencana

Mendaki gunung dengan ketinggian lebih dari 2000 meter dari permukaan laut bukanlah perkara kecil, bagi saya. Saya sendiri baru sekali mendaki gunung dengan tinggi lebih dari 2000 mdpl. Gunung pertama bagi saya tersebut sama dengan gunung yang baru didaki Sizhuko Rismadhani, seorang pendaki wanita yang baru saja meninggal semalam. Saya turut berduka untuk keluarga yang ditinggal, semoga di beri ketabahan. Semoga amal ibadah almarhumah diterima disisi-Nya.

Bagi saya sendiri, hidup dan mati bukan soal pendaki senior atau pemula. Namun, seperti saya bilang di awal, pendakian gunung bukan perkara kecil. Pertama kali saya mendaki gunung gede hampir setahun berlalu, tanggal 29 Desemeber 2012. Hanya beda empat hari dari hari ini, dan mungkin suasananya mungkin tidak jauh beda dengan kondisi saat ini kecuali cuaca dan hujan yang memang sangat fluktuatif.

Kondisi fisik memang sudah saya siapkan beberapa bulan sebelum pendakian. Setiap 2 atau tiga hari sekali saya dan isri mengusahakan agar dapat berolah raga, terutama naik turun tangga. Alhamdulillah walaupun butuh waktu hampir 10 jam bergerak pelan di jalur Gunung Putri, kami sampai juga di Surya Kencana (Post Kandang Badak tempat meninggalnya Almarhumah Sizhuko berada di jalur Cibodas). Saya membatin, "bahkan dengan persiapan yang kami usahakan sebaik mungkin kami masih keteteran, apalagi tanpa persiapan". Alhamdulillah-nya lagi, cuaca saat itu lumayan bersahabat. Langit cerah. Beda dengan kondisi saya tahun lalu, menurut berita yang saya baca, kondisi di Gunung Gede malam tadi sangat dingin. Hujan turun sangat deras, bahkan suhu udara hanya 10 derajat Celcius. Mungkin ini kondisi yang tidak kita duga, karena itu persiapan atas-hal-hal yang tidak biasa harus kita pikirkan dan sebisa mungkin buat persiapannya dengan baik.

Tengah hari kami sampai di Surken, panas matahari sangat menyengat, membakar. Bahkan kulit sampai terasa perih, disini saya mendapatkan pelajaran, bawalah sunblock saat mendaki gunung. Sunblock tidak hanya untuk kepantai.

Malam hari kami nge-camp di Surken. Untuk pertama kalinya saya merasakan dinginnya malam di ketinggian 2500 mdpl, sementara istri saya sudah menggigil sejak tengah hari tadi. Gerimis pun turun, namun ternyata hujan terasa lebih hangat daripada udara kering.

Subuh hari adalah bagian yang paling berat, dingin benar-benar menusuk. Begitu keluar dari doom, badan saya langsung bergetar hebat, sulit sekali mengendalikannya. Mencuci muka benar-benar membutuhkan keberanian yang besar. Namun saya tetap membasuh muka, meskipun angin senang sekali membelai kulit dan menyerap hangat tubuh saya. Gede pangrango memang dingin.

Saat akan naik ke puncak, istri saya tidak bisa ikut. Dia lebih memilih menunggu di Surken, karen kondisi badannya benar-benar tidak memungkinkan. Saya bisa memahaminya, dan dia pun memahami kalau saya ingin ke puncak. Udara di puncak terasa sedikit lebih hangat saat matahari tengah merangkak naik.

Menjelang perjalanan turun, gerimis mulai turun. Setelah lebih dari setengah perjalanan turun, hujan menjadi lebat selebat-lebatnya. Untungnya kami membawa jas hujan (belum mampu beli raincoat). Kami turun perlahan hingga akhirnya sampai pemukiman penduduk.

Pendakian saya sungguh sangat meninggalkan pembelajaran yang besar bagi saya, namun dari kejadian meninggalnya saudari Shizuko ada pembelajaran yang jauh lebih besar bagi semua orang. Bahwa mendaki gunung adalah sebuah keputusan besar dan memerlukan persiapan yang besar pula. Dan, meskipun sudah membuat persiapan besar, jangan lupa berdoa kepada Yang Maha Besar, karena kita tidak tahu apa yang menunggu kita di atas sana.

Comments

Popular posts from this blog

Tomistoma Survey: Menyusuri Kapuas dan Leboyan

Danau Sentarum, adalah salah satu taman nasional Indonesia yang berlokasi di daerah perhuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Pertama kali saya melihat secara langsung salah satu danau terunik di dunia ini sekitar November 2015. Saat melihat secara langsung tersebut, terbersit cita-cita di benak saya untuk mengunjunginya. Allah Sang Maha Pendengar mengabulkan cita-cita saya tersebut, tidak berapa lama selang dari terbang di atas danau, saya berkesempatan membelah air danau sentarum dari atas speedboat bertenaga 30 pk. Berikut adalah cerita perjalanan tersebut. Pemandangan Danau Sentarum dari Bukit Tekenang Perjalanan dimulai dari Pontianak dengan anggota terdiri dari Imanul Huda, Hari Prayogo dan Janiarto Paradise. Kami berkumpul di pool Damri Pontianak. Seperti jadwal biasanya, bus berangkat pada pukul 19.00 menuju Sintang. Perjalanan malam hanya menyajikan pemandangan gelapnya tepian jalan yang hanya kadang-kadang berhias lampu rumah masyarakat. Sisanya hanya sem...

Kesegaran Kecombrang di Heart of Borneo

Jauh dari arus kendaraan yang mengental di banyak titik, hiruk pikuk pasar laksana sarang lebah. Salah satu wilayah kerja saya berada di kawasan jantung Kalimantan, atau sering disebut sebagai Heart of Borneo. Seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya di desa Tanjung, pagi kami disambut pemandangan bentangan Bukit Belang yang kadang bersih dan kadang berhias kabut putih.  Sarapan pagi bukan hal yang umum di desa Tanjung, namun berhubung ada tamu, empunya rumah memasak pagi-pagi untuk menghibur kami. Sebenarnya saya sendiri merasa sungkan, tapi lebih baik sungkan daripada sakit, kan? Disamping nasi dan lauknya, pagi itu perhatian saya tersita oleh sayuran berwarna merah mirip bunga yang dicincan. Ternyata sayur yang saya lihat itu memang bunga yang dicincang bersama tangkai tanamannya. Setelah menanyakan dan tahu nama tanamannya, saya langsung mencobanya. Pada kunyahan pertama, saya langsung menyukai sayuran tersebut. Antara pedas, segar dan wangi. Rasa yang membuat saya ketagihan...

Mie Ayam Keraton, Kemang

Saya sudah beberapa kali dengar tentang Kemang sebagai pusat kuliner Jakarta, hal ini langsung saya buktikan sendiri saat pertama kali datang ke Kemang. Kunjungan pertama saya adalah ke restoran Locarasa yang menyajikan resep-resep makanan bule dengan cita rasa Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang Lokarasa, kali ini saya ingin berbagi tentang kuliner kaki lima di sekitar kemang. Kuliner ini berada di pertigaaan jalan tidak jauh dari Favehotel Kemang (sekitar 25 meter). Di pojok kuliner ini terdapat beberapa gerobak makanan yang beranekaragam, ada yang menjual martabak manis, warteg, jus buah, kopi, dan mie ayam. Sebagai penggemar masakan mie, saya tergoda untuk merasai mie ayam di pojok kuliner kemang tersebut. Mie ayam keraton, demikian tag line yang tertulis di bagian depan gerobak tersebut. Nama yang menjanjikan, mungkin abang penjualnya punya resep mie ayam dari keraton. Setelah memesan, tidak butuh waktu lama bagi mas penjualnya untuk menghadirkan mie ayam kerat...