Iri, mungkin ini kata yang lebih tepat saya
gunakan untuk menggambarkan pikiran saya saat ini (daripada pakai istilah
galau). Saya tulis ini agar saya selalu ingat apa yang saya pikirkan hari ini.
Terigat teman-teman yang sudah banyak yang sukses, berjalan di jalan yang
sesuai dengan mimpinya. Ada yang jadi dosen, ada yang kuliah di luar negeri,
ada yang menikmati hidupnya di tempat yang cukup membuatnya senang, dan masih
banyak lagi yang bisa membuat saya iri. Saya sendiri masih berjuang untuk tetap
konsisten berjalan di jalan yang menjadi impian saya, walaupun agak
terseok-seok.
Iri tidak berarti tidak senang dengan
capaian orang lain, tetapi menurut saya tidak senang karena kenapa kita belum
bisa mencapai lebih atau paling tidak sama dengan orang lain. Kalau tidak
senang dengan apa yang dicapai orang lain, itu namanya dengki, dan saya tidak
dengki dengan apa yang teman-teman saya capai. Apa yang telah mereka capai
malah dapat menjadi dorongan saya untuk lebih percaya bahwa mimpi itu nyata
jika bernai mewujudkannya, mimpi itu nyata jika kita memiliki komitmen untuk
mencapainya, mimpi itu tidak berbatas kecuali kita sendiri yang membatasinya.
Apa yang setiap orang capai dalam hidupnya
adalah apa yang sudah disediakan Yang Maha Pengatur di dalam lemari takdir.
Tidak akan ada yang mengambilnya kecuali kita, dan tidak akan kita
mendapatkannya kecuali kita benar-benar ingin mengambilnya.
Sejenak sayan berpikir, apa yang telah saya
lakukan di umur yang sudah lebih dari seperempat abad ini. Rasanya tidak ada
hal besar yang dapat saya banggakan, tidak ada sesuatu yang bermanfaat bagi
orang lain yang dapat saya bawa untuk menghadap-Nya nanti. Teringat dengan
Steve Jobs, Larry Pages, Mark Zuckerberg, Einstein, dan teman-teman saya
sendiri.
Harus ada sesuatu yang kita tinggalkan
untuk dunia ini ketika wafat, harus ada yang kita bawa untuk menghadap-Nya.
Comments
Post a Comment