Skip to main content

Iri dalam Kebaikan


 Iri, mungkin ini kata yang lebih tepat saya gunakan untuk menggambarkan pikiran saya saat ini (daripada pakai istilah galau). Saya tulis ini agar saya selalu ingat apa yang saya pikirkan hari ini. Terigat teman-teman yang sudah banyak yang sukses, berjalan di jalan yang sesuai dengan mimpinya. Ada yang jadi dosen, ada yang kuliah di luar negeri, ada yang menikmati hidupnya di tempat yang cukup membuatnya senang, dan masih banyak lagi yang bisa membuat saya iri. Saya sendiri masih berjuang untuk tetap konsisten berjalan di jalan yang menjadi impian saya, walaupun agak terseok-seok.

Iri tidak berarti tidak senang dengan capaian orang lain, tetapi menurut saya tidak senang karena kenapa kita belum bisa mencapai lebih atau paling tidak sama dengan orang lain. Kalau tidak senang dengan apa yang dicapai orang lain, itu namanya dengki, dan saya tidak dengki dengan apa yang teman-teman saya capai. Apa yang telah mereka capai malah dapat menjadi dorongan saya untuk lebih percaya bahwa mimpi itu nyata jika bernai mewujudkannya, mimpi itu nyata jika kita memiliki komitmen untuk mencapainya, mimpi itu tidak berbatas kecuali kita sendiri yang membatasinya.

Apa yang setiap orang capai dalam hidupnya adalah apa yang sudah disediakan Yang Maha Pengatur di dalam lemari takdir. Tidak akan ada yang mengambilnya kecuali kita, dan tidak akan kita mendapatkannya kecuali kita benar-benar ingin mengambilnya.

Sejenak sayan berpikir, apa yang telah saya lakukan di umur yang sudah lebih dari seperempat abad ini. Rasanya tidak ada hal besar yang dapat saya banggakan, tidak ada sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain yang dapat saya bawa untuk menghadap-Nya nanti. Teringat dengan Steve Jobs, Larry Pages, Mark Zuckerberg, Einstein, dan teman-teman saya sendiri.

Harus ada sesuatu yang kita tinggalkan untuk dunia ini ketika wafat, harus ada yang kita bawa untuk menghadap-Nya.

Comments

Popular posts from this blog

Tomistoma Survey: Menyusuri Kapuas dan Leboyan

Danau Sentarum, adalah salah satu taman nasional Indonesia yang berlokasi di daerah perhuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Pertama kali saya melihat secara langsung salah satu danau terunik di dunia ini sekitar November 2015. Saat melihat secara langsung tersebut, terbersit cita-cita di benak saya untuk mengunjunginya. Allah Sang Maha Pendengar mengabulkan cita-cita saya tersebut, tidak berapa lama selang dari terbang di atas danau, saya berkesempatan membelah air danau sentarum dari atas speedboat bertenaga 30 pk. Berikut adalah cerita perjalanan tersebut. Pemandangan Danau Sentarum dari Bukit Tekenang Perjalanan dimulai dari Pontianak dengan anggota terdiri dari Imanul Huda, Hari Prayogo dan Janiarto Paradise. Kami berkumpul di pool Damri Pontianak. Seperti jadwal biasanya, bus berangkat pada pukul 19.00 menuju Sintang. Perjalanan malam hanya menyajikan pemandangan gelapnya tepian jalan yang hanya kadang-kadang berhias lampu rumah masyarakat. Sisanya hanya sem...

Mie Ayam Keraton, Kemang

Saya sudah beberapa kali dengar tentang Kemang sebagai pusat kuliner Jakarta, hal ini langsung saya buktikan sendiri saat pertama kali datang ke Kemang. Kunjungan pertama saya adalah ke restoran Locarasa yang menyajikan resep-resep makanan bule dengan cita rasa Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang Lokarasa, kali ini saya ingin berbagi tentang kuliner kaki lima di sekitar kemang. Kuliner ini berada di pertigaaan jalan tidak jauh dari Favehotel Kemang (sekitar 25 meter). Di pojok kuliner ini terdapat beberapa gerobak makanan yang beranekaragam, ada yang menjual martabak manis, warteg, jus buah, kopi, dan mie ayam. Sebagai penggemar masakan mie, saya tergoda untuk merasai mie ayam di pojok kuliner kemang tersebut. Mie ayam keraton, demikian tag line yang tertulis di bagian depan gerobak tersebut. Nama yang menjanjikan, mungkin abang penjualnya punya resep mie ayam dari keraton. Setelah memesan, tidak butuh waktu lama bagi mas penjualnya untuk menghadirkan mie ayam kerat...

Kesegaran Kecombrang di Heart of Borneo

Jauh dari arus kendaraan yang mengental di banyak titik, hiruk pikuk pasar laksana sarang lebah. Salah satu wilayah kerja saya berada di kawasan jantung Kalimantan, atau sering disebut sebagai Heart of Borneo. Seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya di desa Tanjung, pagi kami disambut pemandangan bentangan Bukit Belang yang kadang bersih dan kadang berhias kabut putih.  Sarapan pagi bukan hal yang umum di desa Tanjung, namun berhubung ada tamu, empunya rumah memasak pagi-pagi untuk menghibur kami. Sebenarnya saya sendiri merasa sungkan, tapi lebih baik sungkan daripada sakit, kan? Disamping nasi dan lauknya, pagi itu perhatian saya tersita oleh sayuran berwarna merah mirip bunga yang dicincan. Ternyata sayur yang saya lihat itu memang bunga yang dicincang bersama tangkai tanamannya. Setelah menanyakan dan tahu nama tanamannya, saya langsung mencobanya. Pada kunyahan pertama, saya langsung menyukai sayuran tersebut. Antara pedas, segar dan wangi. Rasa yang membuat saya ketagihan...