Skip to main content

Digital Photography-nya Scott Kelby

Entah jam berapa hujan mulai mengguyur kota Bogor, tahunya kami keluar dari Botany Square, air sudah menggenang di sekitar halaman pusat perbelanjaan terbesar di kota Bogor ini. Tapi Alhamdulillah hujannya hanya tinggal rintik-rintik, namun kami tidak lupa bahwa motor yang diparkir di lapangan halaman kampus BS karena tempat parkir yang sebenarnya (ada atap) sedang penuh waktu kami datang, akibatnya helm kami bisa tentunya akan basah, Pasrah.

Tujuan sebenarnya kami pergi ke kota Bogor adalah saya ingin membeli buku Fotografi yang berjudul Digital Photography (Scott Kelby). Sebenarnya sudah lama ingin beli untuk istri saya yang senang dengan fotografi, waktu pertama membaca beberapa bagian dari buku ini saat survei buku ke gramedia (sebelum membeli) saya sudah mendapat kesan bagus dari buku ini. Gaya bahasanya menarik, tidak kaku, simple dan mudah untuk dipahami, harganya IDR 99.900 (teknik promosi yang tepat kayaknya nih! gak sampai 100 rb padahal kurang 100 rupiah). Tapi harga ini mungkin pantas untuk buku ini, kualitas kertasnya bagus dan semua gambar didalamnya berwarna. Belum lagi ilmu photography yang akan kita dapatkan dari salah satu praktisi photography profesioanal yang sudah mendunia. Buku ini saya beli untuk diberikan kepada istri saya yang berulang tahun 21 Oktober bulan kemarin (lama amat yak belinya!).

Memasuki halaman kampus IPB BS hujan gerimis turun lagi, hingga kami mulai meninggalkan kampus hujan semakin lebat. Saat melewati jalan belakang rumah sakit PMI ternyata jalannya Stuck, tidak tahu karena apa. Untungnya kami sudah pernah melewati gang-gang yang dapat menembu-nembus jalan tersebut dan saat ada orang yang terjebak juga masuk ke gang kecil langsung saja saya ikuti, Alhamdulillah, kami berhasil keluar ke jalan besar langsung ke dekat lampu merah RRI.

Hujan semakin lebat, untungnya sebelum meninggalkan kampus BS tadi kami sudah menggunakan jas hujan, sehingga tidak perlu berhenti lagi untuk memasangnya.Sampai di Gunung Batu hujan sangat lebat hingga memaksa banyak pengendara motor untuk berteduh. Hal ini mengingatkan saya pada sebuah pertanyaan yang terkait dengan psikologi (mungkin dasarnya tidak terlalu ilmiah tapi menarik untuk dikaji). Pertanyaannya kira-kira seperti ini, "Jika hujan turun saat kamu dalam perjalanan menggunakan motor, apa yang akan kamu lakukan?". Jawaban sederhananya cuma ada dua, lanjutkan atau berhenti dulu. Kalau kamu lanjutkan bisa jadi kamu orang yang pantang menyerah dengan hujan bagai sekalipun, kalau kamu berhenti bisa jadi kamu orang yang berhati-hati. Sebenarnya berhenti atau tidak tergantung dengan kita apakah membawa jas hujan atau tidak, kalau yang membawa jas hujan tentu bisa melanjutkan walaupun harus rela pakaian bawah sedikit basah.
Kalau yang tidak membawa jas hujan, sebenarnya ini karena kurang hati-hati (kan udah tahu Bogor itu kota hujan, kok gak bawa jas hujan).

Panjang lebar ya? Ini kan hanya coretan-coretan saya saja, jadi sabar saja y kalau mau baca. Kalau gak, baca aja, mungkin ada yang menarik (*maksa..). Menembus hujan yang begitu lebatnya, akhirnya sekitar 20.30 kami sampai dirumah dengan sepatu yang sedikit basah (saat bermotor kaki saya angkat ke bagian tengah motor bebek saya, jadinya kaki agak semutan karena lama di tekuk). Setelah makan malam dengan masakan penuh cinta dari istri tercinta saya tidur dengan lelap dan terasa cukup berat untuk bangun. Namun, saya berhasil bangun (belum shalat isya soalnya, udah jam 3 pagi). Pukul 4 tanggal 11 November 2012 cerita 10 November 2012 selesai di tulis, tapi kalau dilihat di blog ini tulisan ini di posting masih tanggal 10 Nov, kesimpulannya: kemungkinan besar jam yang ditunjukkan blog ini tentang waktu posting mengikuti waktu Amerika (tentu saja, blogger.com kan punya google.com yang bermarkas di Amerika). Sekian. :-D

Comments

Popular posts from this blog

Tomistoma Survey: Menyusuri Kapuas dan Leboyan

Danau Sentarum, adalah salah satu taman nasional Indonesia yang berlokasi di daerah perhuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Pertama kali saya melihat secara langsung salah satu danau terunik di dunia ini sekitar November 2015. Saat melihat secara langsung tersebut, terbersit cita-cita di benak saya untuk mengunjunginya. Allah Sang Maha Pendengar mengabulkan cita-cita saya tersebut, tidak berapa lama selang dari terbang di atas danau, saya berkesempatan membelah air danau sentarum dari atas speedboat bertenaga 30 pk. Berikut adalah cerita perjalanan tersebut. Pemandangan Danau Sentarum dari Bukit Tekenang Perjalanan dimulai dari Pontianak dengan anggota terdiri dari Imanul Huda, Hari Prayogo dan Janiarto Paradise. Kami berkumpul di pool Damri Pontianak. Seperti jadwal biasanya, bus berangkat pada pukul 19.00 menuju Sintang. Perjalanan malam hanya menyajikan pemandangan gelapnya tepian jalan yang hanya kadang-kadang berhias lampu rumah masyarakat. Sisanya hanya sem...

Mie Ayam Keraton, Kemang

Saya sudah beberapa kali dengar tentang Kemang sebagai pusat kuliner Jakarta, hal ini langsung saya buktikan sendiri saat pertama kali datang ke Kemang. Kunjungan pertama saya adalah ke restoran Locarasa yang menyajikan resep-resep makanan bule dengan cita rasa Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang Lokarasa, kali ini saya ingin berbagi tentang kuliner kaki lima di sekitar kemang. Kuliner ini berada di pertigaaan jalan tidak jauh dari Favehotel Kemang (sekitar 25 meter). Di pojok kuliner ini terdapat beberapa gerobak makanan yang beranekaragam, ada yang menjual martabak manis, warteg, jus buah, kopi, dan mie ayam. Sebagai penggemar masakan mie, saya tergoda untuk merasai mie ayam di pojok kuliner kemang tersebut. Mie ayam keraton, demikian tag line yang tertulis di bagian depan gerobak tersebut. Nama yang menjanjikan, mungkin abang penjualnya punya resep mie ayam dari keraton. Setelah memesan, tidak butuh waktu lama bagi mas penjualnya untuk menghadirkan mie ayam kerat...

Kesegaran Kecombrang di Heart of Borneo

Jauh dari arus kendaraan yang mengental di banyak titik, hiruk pikuk pasar laksana sarang lebah. Salah satu wilayah kerja saya berada di kawasan jantung Kalimantan, atau sering disebut sebagai Heart of Borneo. Seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya di desa Tanjung, pagi kami disambut pemandangan bentangan Bukit Belang yang kadang bersih dan kadang berhias kabut putih.  Sarapan pagi bukan hal yang umum di desa Tanjung, namun berhubung ada tamu, empunya rumah memasak pagi-pagi untuk menghibur kami. Sebenarnya saya sendiri merasa sungkan, tapi lebih baik sungkan daripada sakit, kan? Disamping nasi dan lauknya, pagi itu perhatian saya tersita oleh sayuran berwarna merah mirip bunga yang dicincan. Ternyata sayur yang saya lihat itu memang bunga yang dicincang bersama tangkai tanamannya. Setelah menanyakan dan tahu nama tanamannya, saya langsung mencobanya. Pada kunyahan pertama, saya langsung menyukai sayuran tersebut. Antara pedas, segar dan wangi. Rasa yang membuat saya ketagihan...