Skip to main content

Field Trip Pantai Pangandaran dan Cagar Alam Pananjungan


Hari jum'at kemarin fieldtrip ke Pangandaran berkaitan dengan praktikum Perencanaan Lanskap anak-anak S1. Waktunya sebenarnya sangat mepet dengan salah satu ujian saya, tanggal 13 (selasa) baru dapat kiriman soal ujian mid semester Lanskap Perdesaan dan Pertanian dengan deadline tanggal 17 pukul 24.00, sementara berangkat ke Pangandaran tanggal 16 malam. Jadinya soal ujian itu harus selesai paling lambat sore 16 Nov, tapi Alhamdulillah bisa selesai juga jawabannya. Jadi bisa berangkat dengan tenang ke Pangandaran. 16 Nov pukul 20.00 dengan berat hati sebenarnya saya meninggalkan istri dirumah, karena dia sendirian. Tetangga yang didepan rumah teman kami waktu S1 di Biologi di Pontianak sedang ke Jogja, jadilah istri benar-benar sendiri. Tapi saya memang harus pergi sebagai tanggung jawab terhadap amanah sebagai asisten praktikum.

Jalur Menuju Pangandaran
Sekitar pukul 20.30 bus bergerak meninggalkan kampus IPB Darmaga, melewati Jalan Baru dimana salah satu dosen sedang menunggu untuk dijemput. Lalu bus bergerak ke Tol Jagorawi hingga ke Jakarta. Setelah bus meninggalkan jalan tol, Dari dalam bus saya memperhatikan jejeran ruko di tepi jalan, dari plang nama ruko-ruko tersebut saya tahu kalau bus yang saya tumpangi ini melewati Karawang hingga terus ke Bandung. Dari Bandung bus menuju ke kota Banjar, lalu belok kekanan langsung menuju kabupaten Pangandaran.


Sabtu, 17 Nov 2012 dalam cuaca mendung bus masuk ke halaman rumah makan Sari Melati 3 yang terletak di jalan raya yang tidak jauh dari lokasi wisata pantai Pangandaran. Disini rombongan sarapan pagi dengan nasi goreng plus telur mata sapi yang rasanya lumayan. Kondisi jalan relatif masih sepi, hanya satu dua bus yang melaju dengan kencang menuju arah yang berlawanan dengan  perjalanan kami. Kemungkinan sudah tidak banyak lagi orang menuju Pangandaran karena liburan sudah dimulai pada hari kamis kemarin.

Kera Ekor Panjang di Cagar Alam Pananjungan, Pangandaran
Pukul 07.00 kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi dan tiba di pantai Pangandaran pada pukul 08.00 dan langsung menuju pintu gerbang taman wisata alam Pangandaran dan Cagar alam Pananjungan. Semarak bunga Bungur dan riuhnya Kera Ekor panjang (Macaca fascicularis)menyambut kedatangan kami setelah perjalanan semalam suntuk. Kera-kera tersebut tampak berharap mereka bisa mendapatkan sesuatu dari kami untuk mereka makan, namun mereka memang seharusnya tidak boleh diberi makan oleh pengunjung. Saya mengambil  kamera dan mengambil beberapa gambar mereka. Seekor biawak (Varanus salvator) sepanjang satu setengah meter sempat terlihat merayap diantara sampah tidak jauh dari kera-kera tadi.

Biawak di sekitara Cagar Alam Pananjungan, Pangandaran

Dibawah awan mendung dan hujan gerimis kami briefing dengan dipimpin ibu Is untuk pengambilan data yang akan dilaksanakan di kawasan TWA Pangandaran CA Pananjungan. Setelah berkoordinasi dengan pihak TWA dan CA, kami bersiap memasuki kawasan dengan perlengkapan masing. Rombongan dibagi menjadi dua kelompok besar karena guide untuk masuk kedalam kawasan hanya dua orang.

Petualangan hari ini pun dimulai, rasa lelah perjalanan semalam suntuk telah terlupakan sementara tertutupi hasrat untuk menjamah hijaunya hutan Pananjungan Pangandaran. Sambil mewawancarai guide dari pengelola kawasan kami berjalan diatas jalan setapak yang ditutupi paving blok dan sebagian menggunakan batu karang yang banyak terdapat di sekitar semenanjung ini. Belok kekanan, rute mulai menanjak sekitar 30 derajat, mengarah ke bagian atas semenanjung. Pohon-pohon besar dengan diameter hampir satu meter mulai terlihat di kawasan yang pada zaman penjajahan merupakan area berburu para pejabat kolonial belanda.

Rusa di Cagar Alam Pananjungan, Pangandaran

Beberapa mamalia liar yang telah mengalami domestikasi terlihat tidak jauh dari kami. Beberapa ekor lutung berayun di atas cabang-cabang pohon yang tinggi si sebelah kiri, tidak jauh melangkah sepasang Cervus unicolor terlihat sedang bercumbu. Kehadiran kami seolah hampir tidak mengganggu kegiatan mereka, bahkan (mungkin) tampaknya kedua rusa tersebut terlihat seperti ingin mendekati kami. Kamera pun berkali-kali mengabadikan moment yang bagi saya cukup berkesan ini, sementara rombongan sudah agak jauh meninggalkan kami. Selain satwa, kami juga melihat bunga Rafflesia yang telah menghitam (mati) dan hanya sebagiannya yang tersisa.

Cagar alam ini memiliki tutupan lahan yang cukup beragam, mulai dari formasi baringtonia, palem-paleman, hutan hujan tropis pada bagian agak keatas, kumpulan pohon jati yang terintroduksi secara alami, hingga padang rumput yang cukup luas yang menjadi tempat feeding rusa-rusa dan sapi yang dulunya menjadi target hewan buruan pada masa perburuan zaman penjajahan, kedua spesies ini juga merupakan spesies introduksi.

Puncak Curug (Air Terjun)
Sekitar pukul 12.30 kami sampai di sebuah sungai kecil yang airnya mengalir ke sebuah air terjun kecil dan lansung jatuh ke samudra Indonesia. Pemandangan disini cukup indah dan sangat menyenangkan bisa berada di sini, rasa lelah yang sebenarnya telah bertumpuk serasa hilang lagi dengan gelombang cahaya yang memantulkan keindahan curug kecil yang lansung menghadap ke samudra Indonesia ini. Rombongan pertama yang sudah lebih dulu sampai telah mengambil pose masing-masing, seolah-polah sedang dalam sesi pemotretan. Kalau kami tiba pada pagi atau sore hari, pemandangan yang akan kami lihat mungkin akan jauh lebih indah. Apalagi untuk diabadikan dalam kamera. Cukup lama kami berada di lokasi yang jarang di datangi orang ramai ini, hingga terbatasnya waktu memaksa kami untuk meninggalkan  tempat ini.

Bunga Raflesia

Dalam perjalanan kembali ke area pengelola kawasan dimana gerbang masuk yang kami gunakan tadi kami menemukan beberapa bunga Rafflesia yang sedang mekar, untuk melindungi bunga bangkai inilah kawasan Pananjungan di Pangandaran di tetapkan sebagai kawasan cagar alam. Warna merah muda yang lembut membuat bunga raksasa ini tampak menarik, namun aromanya tidak semenarik penampilannya. Hanya serangga-serangga penggemar kotoran yang senang bermain-main di permukaan bunga ini.

Setelah beristirahat sebentar di padang rumput yang menjadi tempat rusa dan sapi mencari makan, kami  beranjak kembali ke tempat pertama kami masuk tadi pagi. Segelas es cendol dari mamang yang berjualan di sekitar pintu masuk TWA melegakan haus di tenggorokan saya, gula merahnya sedikit menggantikan ribuan kalori yang terbakar sepanjang perjalanan tadi. Makan siang yang terlambat tiga jam pun mengisi "kampung tengah" yang sudah cukup lama bersabar menunggu bahan baku olahan untuk menghasilkan energi yang lebih besar.

Selesai makan dan sedikit berkemas kami kembali naik ke bus dan bergerak meninggalkan TWA menuju ke  tempat penginapan yang berjarak sekitar 1,2 km. Sampai di depan penginapan panitia membacakan pembagian kamar, namun hingga kamar terakhir disebutkan saya dan dua teman saya (asisten) ternyata tidak mendapatkan kamar, jadilah kami harus menunggu beberapa menit selama panitia mencarikan kamar. Setelah sempat naik turun di salah satu penginapan, akhirnya kami mendapatkan kamar kami, penginapan dengan 2 kamar dan ruang tamu untuk delapan orang (saya dan dua asisten lain serta 5 praktikan). Di penginapan ini tersedia televisi 21 inch dan dispencer.

Masuk ke penginapan, setelah membersihkan diri dan shalat kami semua pun  terkapar kelelahan seharian berjalan terus-terusan. Sore hari sekitar pukul 17.00 saya memutuskan untuk jalan sore sambil hunting foto di pantai, karena semua orang di penginapan kami telah berangkat ke pulau kapuk saya memutuskan untuk berangkat sendiri saja.

Mengingat hari itu akhir pekan yang cukup panjang, tidak aneh kalau pantai sangat penuh dengan orang-orang yang berlibur. Sepanjang pantai dipenuhi oleh orang-orang, ada yang sekedar duduk duduk di pasir, ada yang bermain bola, bergaya di depan kamera, naik kuda, mengamati nelayan yang sedang memukat ikan, dan sebagainya. Saya sendiri asik memperhatikan nelayan yang sedang memukat ikan, menarik pukat yang memanjang ke laut beramai-ramai berharap akan banyak ikan yang terjerat di pukat mereka. Sunset pun sempat saya abadikan dengan kamera istri tercinta yang saya pinjam sebelum berangkat (makasih ya sayang). Setelah matahari benar-benar terbenam, saya kembali ke penginapan. Lepas shalat isya, menjelang pukul 21.00, saya pergi ke penginapan kedua untuk membahas hasil pengambilan data hari ini dan brefing untuk kegiatan besok. Selesai rapat dengan kelompok dampingan saya, saya kembali ke penginapan untuk beristirahat dan mengumpulkan energi untuk kegiatan besok yang bakal lebih seru.
Zzzzzzz!!!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Horor Kampus IPB Baranangsiang

Kota Bogor memiliki banyak objek wisata yang menarik, salah satunya adalah bangunan kampus IPB Dramaga yang berada di tengah-tengah kota bogor, seberang jalan Kebun Raya Bogor. Sebagian area kampus ini sekarang telah menjadi bangunan yang kita kenal sebagai Mall Botani Square, Alhamdulillah pemerintah kota Bogor bersama pejabat-pejabat di Institut Pertanian Bogor telah menetapkan bangunan Kampus IPB Baranangsiang tersebut sebagai sebuah situs cagar budaya. Kampus IPB Baranangsiang tampak depan Sebagai salah satu bangunan tertua di kota Bogor, kampus IPB Baranangsiang memiliki banyak kisah Urban Legend. Beberapa yang paling terkenal adalah kisah tentang dosen misterius dan elevator tua. Kisah tentang dosen misterius saya dengar dari salah satu teman  sekelas saya di Pascasarjana ARL, beliau mendapatkan cerita itu dari seorang kakak tingkatnya. Jadi saya juga tidak mendapatkan langsung dari yang mengalaminya sendiri. Menurut cerita teman saya tersebut, pada suatu malam (kuliah

Tips Submit Artikel di Vivalog agar di Approve

Sudah bebeberapa artikel saya submit di vivalog , sudah beberapa kali malah, tapi tidak satu pun yang masuk dan di publish di sana. Rasanya agak frustasi juga (yang ringan saja), karena agak bertanya-tanya apa yang salah dari artikel saya. Saya pun mencari-cari apa yang salah dengan artikel yang saya submit di beberapa blog melalui google. Akhirnya karena tidak juga menemukan jawaban yang memuaskan saya melepas i-frame dari vivalog karena merasa ada ketidakadilan. Sementara saya memasang frame di blog saya, vivalog tidak menerima satupun artikel yang saya submit. Kemarin, saya mencoba kembali submit artikel di vivalog , Alhamdulillah, saya sangat bersyukur ternyata kali kemarin artikel saya bisa di approve dan di publish di vivalog. Bahkan langsung menjadi salah satu artikel populer, dan seperti penjelasan di banyak blog lainnya, visitor saya langsung meroket hingga sepuluh kali lipat. Rasanya jadi terbayar sekali saya membuat atau menyadur artikel di blog saya . Saya kemu

Serakalan - Budaya Masyarakat Melayu Sambas

Bagi masyarakat Sambas, Serakalan adalah kata yang sangat familiar. Serakalan adalah salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat Sambas, namun juga dikenal oleh beberapa masyarakat Islam lain di Indonesia. Kebudayaan ini masuk bersamaan dengan kedatangan Islam ke Indonesia. Beberapa waktu yang lalu dalam kunjungan saya ke Sambas sempat mengikuti acara Serakalan yang dilakukan di rumah salah satu keluarga jauh. Berada di tengah-tengah acara Serakalan tersebut benar-benar pengalaman baru bagi saya. Bersyukur juga budaya melayu ini masih dipertahankan masyarakat Sambas. Pada awalnya Serakalan merupakan wujud ekspresi ta’dzim yang berhubungan dengan peristiwa kedatangan Rasulullah hijrah di Madinah. Serakalan berisi syair-syair Pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam istilah lain, ritual ini dapat pula disebut dengan Marhabanan atau “debaan” (Maulid Ad-Diba’iy). Pembaca Serekalan - Sambas Serakalan telah berkembang dikalangan masyarakat Sambas dan dikemas sedemikian rupa sehingga