Skip to main content

Kunjungan Pertama ke Selimpai Paloh (2-selesai)


Malam, kami bingung juga dengan apa yang akan kami lakukan, karena memang tidak ada perencanaan yang matang tentang agenda kami. Hanya satu yang pasti ingin kami lakukan, yaitu melihat penyu yang naik ke daratan dan bertelur. Jadilah malam itu hanya ngobrol-ngobrol di pantai menunggu malam semakin larut.

Antara jam 7 hingga jam 9 ( tepatnya lupa, ini juga kalau tidak salah), seorang laki-laki datang dari arah dermaga. Dengan sedikit bertanya kami tahu bahwa dia adalah petugas yang akan mengumpulkan teluar penyu di pantai tersebut.

Terlalu letih dengan perjalanan, akhirnya tetap diam di tempat berharap penyu mendarat di dekat tempat kami. Namun hingga menjelang tengah malam tidak seekor pun penyu menyapa kami.

Akhirnya kami putuskan untuk berjalan ke arah tanjung sambil berharap ada seekor penyu yang mendarat. Dan hingga kami sampai di tanjung, hanya bekas lintasan penyu yang bisa kami lihat sebanyak dua jalur. Bekas pendaratan penyu memang unik dan mudah dikenali. Tapi, hanya bekas, tidak ada penyu.

Saya sempat tertidur di tanjung, sementara teman-teman yang lain mungkin masih ngobrol-ngobrol. Sekitar jam 2 saya dibangunkan dan kami berjalan kembali menuju ke arah shelter BKSDA tempat perawatan tukik. Dengan sisa-sisa tenaga yang terkuras setelah perjalanan seharian, dan rasa ngantuk yang begitu berat, saya berjalan terhuyung-huyung, ingin rasanya langsung tidur saja di pantai tersebut. Namun  hasrat untuk bertemu dengan penyu mengalahkan letih dan ngantuk, jadilah saya tetap berjalan.

Sampai di pantai dekat shelter, tetap tidak ada penyu yang terlihat. Menjelang pagi, laki-laki yang kami temui semalam kembali ke arah dermaga. Darinya kami ketahui tidak banyak penyu yang mendarat malam itu, mungkin hanya dua ekor. Memang pada bulan-bulan keberangkatan kami memang bukan musim pendaratan penyu yang ramai.

Pagi, persediaan air semakin menipis. Tidak ada lagi makanan, badan semakin letih. Meskipun pemandangan Selimpai di pagi hari sangat-sangat indah, rasanya tidak cukup untuk mengobati haus dan lapar yang kini mendera.

Kami sepakati untuk menelpon pemilik perahu yang petang kemarin mengantar kami, tidak ada perahu yang bisa menjemput kami hingga siang hari nanti sesuai perjanjian kemarin... what? Ya, kami harus legowo, karena memang perjanjiannya kami akan dijemput siang hari ini.

Jadilah kami zombie di Pantai Selimpai, tanpa air, tanpa makanan, hanya pemandangan.

Sedikit hiburan, Rio mengeluarkan perlengkapan memancingnya. Bermodal tali dan sedikit umpan cacing yang dibawanya dari Sekura (inilah yang membuatnya agak lama kemarin),kami menuju dermaga. Saya sendiri yang juga senang memancing ikut kegiatan ini.

Cukup lama menunggu, akhirnya ada ikan yang menyenggol umpan saya, sementara Rio sudah beberapa kali menaikkna ikannya (saya bingung, apa yang membedakan umpan saya dengan umpan Rio? Ternyata ikan-ikan di sungai ini cukup diskriminatif). Sayangnya tarikan pertama gagal, setelah mendapat sedikit wejangan dari Rio, saya pun kemudian berhasil menaikkan ikan pertama saya, kedua, ketiga, selesai. Alahmdulillah.

Tiga ekor ikan Kitang menjadi korban sarapan yang sekaligus makan siang kami. Ikan dengan bentuk agak discus dengan ketebalan sedikit lebih tebal dari ikan sepat. Untuk berenam... tetap.. Alhamdulillah. Ada sedikit pengganjal perut kami, walaupun lapar tetap bersemayam di perut kami.

Dari pagi hingga tengah hari kami jadi anak pantai, nongkrong sambil ngbrol, tanpa air, tanpa makanan, seperti puasa.

Menjelang pukul 2, akhirnya perahu datang, tapi perahu yang berbeda, lebih kecil. Memang ini tidak sesuai dengan perjanjian pembayaran kami kemarin yang membayar lebih untuk perahu yang lebih besar. Tapi siapa yang perduli, toh kemarin juga kami bayar mahal karena memang tidak ada lagi orang yang mau menyebrangkan kami.

Dan kami satu perasatu naik ke atas perahu yang kemudian bergerak perlahan meninggalkan dermaga. Membelah air sungai Paloh... Kami semua merindu... Air... :D

Ya pastinya kami juga akan merindukan Pantai Selimpai yang indah permai. :D

Comments

  1. keindahan ternyata tidak bisa mengobati rasa lapar, ye da...

    ReplyDelete
    Replies
    1. seindah apepun pemandangan... perut tetap perlu diisi din... :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tomistoma Survey: Menyusuri Kapuas dan Leboyan

Danau Sentarum, adalah salah satu taman nasional Indonesia yang berlokasi di daerah perhuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Pertama kali saya melihat secara langsung salah satu danau terunik di dunia ini sekitar November 2015. Saat melihat secara langsung tersebut, terbersit cita-cita di benak saya untuk mengunjunginya. Allah Sang Maha Pendengar mengabulkan cita-cita saya tersebut, tidak berapa lama selang dari terbang di atas danau, saya berkesempatan membelah air danau sentarum dari atas speedboat bertenaga 30 pk. Berikut adalah cerita perjalanan tersebut. Pemandangan Danau Sentarum dari Bukit Tekenang Perjalanan dimulai dari Pontianak dengan anggota terdiri dari Imanul Huda, Hari Prayogo dan Janiarto Paradise. Kami berkumpul di pool Damri Pontianak. Seperti jadwal biasanya, bus berangkat pada pukul 19.00 menuju Sintang. Perjalanan malam hanya menyajikan pemandangan gelapnya tepian jalan yang hanya kadang-kadang berhias lampu rumah masyarakat. Sisanya hanya sem...

Mie Ayam Keraton, Kemang

Saya sudah beberapa kali dengar tentang Kemang sebagai pusat kuliner Jakarta, hal ini langsung saya buktikan sendiri saat pertama kali datang ke Kemang. Kunjungan pertama saya adalah ke restoran Locarasa yang menyajikan resep-resep makanan bule dengan cita rasa Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang Lokarasa, kali ini saya ingin berbagi tentang kuliner kaki lima di sekitar kemang. Kuliner ini berada di pertigaaan jalan tidak jauh dari Favehotel Kemang (sekitar 25 meter). Di pojok kuliner ini terdapat beberapa gerobak makanan yang beranekaragam, ada yang menjual martabak manis, warteg, jus buah, kopi, dan mie ayam. Sebagai penggemar masakan mie, saya tergoda untuk merasai mie ayam di pojok kuliner kemang tersebut. Mie ayam keraton, demikian tag line yang tertulis di bagian depan gerobak tersebut. Nama yang menjanjikan, mungkin abang penjualnya punya resep mie ayam dari keraton. Setelah memesan, tidak butuh waktu lama bagi mas penjualnya untuk menghadirkan mie ayam kerat...

Kesegaran Kecombrang di Heart of Borneo

Jauh dari arus kendaraan yang mengental di banyak titik, hiruk pikuk pasar laksana sarang lebah. Salah satu wilayah kerja saya berada di kawasan jantung Kalimantan, atau sering disebut sebagai Heart of Borneo. Seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya di desa Tanjung, pagi kami disambut pemandangan bentangan Bukit Belang yang kadang bersih dan kadang berhias kabut putih.  Sarapan pagi bukan hal yang umum di desa Tanjung, namun berhubung ada tamu, empunya rumah memasak pagi-pagi untuk menghibur kami. Sebenarnya saya sendiri merasa sungkan, tapi lebih baik sungkan daripada sakit, kan? Disamping nasi dan lauknya, pagi itu perhatian saya tersita oleh sayuran berwarna merah mirip bunga yang dicincan. Ternyata sayur yang saya lihat itu memang bunga yang dicincang bersama tangkai tanamannya. Setelah menanyakan dan tahu nama tanamannya, saya langsung mencobanya. Pada kunyahan pertama, saya langsung menyukai sayuran tersebut. Antara pedas, segar dan wangi. Rasa yang membuat saya ketagihan...