Barusan beberapa anak kecil seumuran SD bermain di depan rumah yang kami tinggali, dari suara yang cukup riuh ketahuan kalau jumlah mereka cukup ramai. Awalnya saya tidak terlalu ambil pusing, karena walaupun suasana siang hari ini cukup terik saya tidak sedang tidur siang sehingga tidak terganggu dengan kicauan mereka. Namun saat saya melihat mereka tanpa sengaja, ternyata yang sedang mereka lakukan adalah menyodok sarang burung di atas pohon pinang tepi jalan depan rumah yang kami tinggali. Di tanah, telah tergeletak satu gumpalan rumput sarang burung.
Saya berpikir saya sudah terlambat, sarang burungnya sudah jatuh, entahlah dengan nasib isinya. Namun saya salah, ternyata operasi anak-anak kecil itu masih berlanjut ke pohon pinang lain tidak jauh dari pinang yang pertama. Saya langsung bersiap dan kemudian mendatangi mereka. Jadilah mereka mendapat khutbah rabu saya di tengah hari yang panas ini. Begini kira-kira percakapan saya:
S (saya), dan M (mereka);
S : Buat apa sarang burungnya dek?
M : Nggak buat apa-apa?
S : Emangnya mau diapaian kalau udah dapat?
M : Buat main,
S : Kasihan sama burungnya, kalain pernah lihat kan gimana mereka bikin sarangnya, satu-persatu mereka mengambil rumput untuk dirangkai.
M : Pernah
S : Nggak kasihan kalian, kalau ada anaknya atau telurnya jatuh dan mati, Giman coba orang tua kalian mengumpulkan uang sedikit-sedikit untuk membuat rumah, terus ada yang ngancurin rumah kalian, cuma buat main. Gimana kalau kalian ada didalam rumah kalian dan ada yang ngancurin rumahnya dan mereka (yang ngancurin) cuma bilang buat main?
M : (Diam)
S : (Pergi)
Saya melangkah kembali ke arah rumah melewati gumpalan sarang burung dibawah pohon pinang korban anak-anak tadi, setelah di cek tidak ada isinya. Kemudian saya kearah rumah mengambil kayu panjang di samping rumah dan kembali lagi ke pohon pinang. Saya ambil satu sarang yang tergeletak di tanah, menyangkutkannya di ujung kayu dan meletakkannya kembali di atas pohon pinang.
Satu sarang yang lebih besar ternyata sempat di sodok namun masih tersangkut di dahan yang lebih rendah dengan kondisi yang sedikit rusak. Saya mengambilnya dengan tongkat dan melihat isinya, ternyata ada 2 atau 3 ekor piyik dan satu butir telur di dalamnya. Sedikit panik, saya melakukan hal yang sama dengan sarang sebelumnya. Dengan doa semoga induknya masih mau merawat anak-anaknya hingga besar.
Kelakuan saya dulu saat masih kecil sebenarnya tidak jauh lebih baik dari mereka. Saya pernah memanjat pohon untuk melihat isi sarang burung. Berkali-kali saya mengambil namun tidak mendapatkan yang berisi. Suatu kali, saya berhasil mendapatkan satu sarang yang berisi bebera piyik. Saya bawa turun, setelah saya tunjukkan ke teman-teman (sepupu), saya bingung akan diapakan. Rasanya tidak mungkin untuk memberi makan mereka karena saya tidak tahu caranya. Saat itu juga terbayang oleh saya jika anak-anak burung itu mati, saya yang bertanggung jawab atas kematian mereka. Jadi saya kembalikan sarang tersebut ke tempatnya (kalau tidak salah). Semenjak itu, saya tidak pernah lagi mengganggu sarang burung.
Ada satu pertanyaan yang muncul dari dua kejadian diatas, maksudnya kejadian anak-anak yang tadi saya ceramahi dan kelakuan saya waktu kecil. Kenapa mereka (termasuk saya waktu kecil) senang mengganggu sarang burung untuk bermain?
Menurut saya sebenarnya perbuatan itu berlatar belakang sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu, mereka hanya penasaran apakah sarang burung itu berisi? Jika berisi, maka mereka akan puas dan mereka bangga karena berhasil mendapatkan sarang burung yang berisi. Bermain dengan isinya hanya hasil ikutan, karena mereka tidak akan lama bermain dengan anak burung yang akan segera mati karena tidak dirawat oleh induknya. Sebab kedua adalah, karena tidak ada yang memberi tahu mereka untuk menyayangi makhluk hidup. Mungkin orang tuanya tidak memberi tahu tentang pentingnya menyayangi hewan, dan pentingnya hewan itu untuk lingkungan kita. Mereka kurang menyadari pentingnya lingkungan yang asri.
Karena itu, untuk kita semua yang ingin agar lingkungan dan bumi ini menjadi tempat yang menyenangkan, rawatlah ia. Sampaikan pada anak-anak kita, adik-adik kita, keluarga, teman dan semua orang yang kita kenal agar menjaga lingkungan kita. Salah satunya adalah dengan tidak mengganggu satwa-satwa liar di sekitar. Biarkan mereka hidup, tumbuh dan berkembang bersama kita di bumi ini. Karena mereka juga punya hak untuk hidup, dan karena keberadaan mereka di bumi kita adalah untuk melengkapi hidup kita sebagai khalifah di bumi ini.
Saya berpikir saya sudah terlambat, sarang burungnya sudah jatuh, entahlah dengan nasib isinya. Namun saya salah, ternyata operasi anak-anak kecil itu masih berlanjut ke pohon pinang lain tidak jauh dari pinang yang pertama. Saya langsung bersiap dan kemudian mendatangi mereka. Jadilah mereka mendapat khutbah rabu saya di tengah hari yang panas ini. Begini kira-kira percakapan saya:
S (saya), dan M (mereka);
S : Buat apa sarang burungnya dek?
M : Nggak buat apa-apa?
S : Emangnya mau diapaian kalau udah dapat?
M : Buat main,
S : Kasihan sama burungnya, kalain pernah lihat kan gimana mereka bikin sarangnya, satu-persatu mereka mengambil rumput untuk dirangkai.
M : Pernah
S : Nggak kasihan kalian, kalau ada anaknya atau telurnya jatuh dan mati, Giman coba orang tua kalian mengumpulkan uang sedikit-sedikit untuk membuat rumah, terus ada yang ngancurin rumah kalian, cuma buat main. Gimana kalau kalian ada didalam rumah kalian dan ada yang ngancurin rumahnya dan mereka (yang ngancurin) cuma bilang buat main?
M : (Diam)
S : (Pergi)
Saya melangkah kembali ke arah rumah melewati gumpalan sarang burung dibawah pohon pinang korban anak-anak tadi, setelah di cek tidak ada isinya. Kemudian saya kearah rumah mengambil kayu panjang di samping rumah dan kembali lagi ke pohon pinang. Saya ambil satu sarang yang tergeletak di tanah, menyangkutkannya di ujung kayu dan meletakkannya kembali di atas pohon pinang.
Satu sarang yang lebih besar ternyata sempat di sodok namun masih tersangkut di dahan yang lebih rendah dengan kondisi yang sedikit rusak. Saya mengambilnya dengan tongkat dan melihat isinya, ternyata ada 2 atau 3 ekor piyik dan satu butir telur di dalamnya. Sedikit panik, saya melakukan hal yang sama dengan sarang sebelumnya. Dengan doa semoga induknya masih mau merawat anak-anaknya hingga besar.
Burung Pipit dan sarangnya yang saya ceritakan (Foto seadanya dengan keterbatasan lensa) |
Kelakuan saya dulu saat masih kecil sebenarnya tidak jauh lebih baik dari mereka. Saya pernah memanjat pohon untuk melihat isi sarang burung. Berkali-kali saya mengambil namun tidak mendapatkan yang berisi. Suatu kali, saya berhasil mendapatkan satu sarang yang berisi bebera piyik. Saya bawa turun, setelah saya tunjukkan ke teman-teman (sepupu), saya bingung akan diapakan. Rasanya tidak mungkin untuk memberi makan mereka karena saya tidak tahu caranya. Saat itu juga terbayang oleh saya jika anak-anak burung itu mati, saya yang bertanggung jawab atas kematian mereka. Jadi saya kembalikan sarang tersebut ke tempatnya (kalau tidak salah). Semenjak itu, saya tidak pernah lagi mengganggu sarang burung.
Ada satu pertanyaan yang muncul dari dua kejadian diatas, maksudnya kejadian anak-anak yang tadi saya ceramahi dan kelakuan saya waktu kecil. Kenapa mereka (termasuk saya waktu kecil) senang mengganggu sarang burung untuk bermain?
Menurut saya sebenarnya perbuatan itu berlatar belakang sifat dasar manusia yang selalu ingin tahu, mereka hanya penasaran apakah sarang burung itu berisi? Jika berisi, maka mereka akan puas dan mereka bangga karena berhasil mendapatkan sarang burung yang berisi. Bermain dengan isinya hanya hasil ikutan, karena mereka tidak akan lama bermain dengan anak burung yang akan segera mati karena tidak dirawat oleh induknya. Sebab kedua adalah, karena tidak ada yang memberi tahu mereka untuk menyayangi makhluk hidup. Mungkin orang tuanya tidak memberi tahu tentang pentingnya menyayangi hewan, dan pentingnya hewan itu untuk lingkungan kita. Mereka kurang menyadari pentingnya lingkungan yang asri.
Karena itu, untuk kita semua yang ingin agar lingkungan dan bumi ini menjadi tempat yang menyenangkan, rawatlah ia. Sampaikan pada anak-anak kita, adik-adik kita, keluarga, teman dan semua orang yang kita kenal agar menjaga lingkungan kita. Salah satunya adalah dengan tidak mengganggu satwa-satwa liar di sekitar. Biarkan mereka hidup, tumbuh dan berkembang bersama kita di bumi ini. Karena mereka juga punya hak untuk hidup, dan karena keberadaan mereka di bumi kita adalah untuk melengkapi hidup kita sebagai khalifah di bumi ini.
Comments
Post a Comment