Skip to main content

Pantaskah Aku disebut Sebagai Seorang Blogger?

Beberapa hari yang lalu saya menemukan satu bacaan yang menarik di Kompasiana, tentang dunia perbloggeran yang agak menggelitik dan bikin gelisah (geli-geli bas... ah sudahlah). Pernyataannya adalah sebagai berikut:
Begitu mudah kita menempelkan suatu profesi hanya karena melakukan satu dua pekerjaan saja. Menyebut diri blogger hanya karena punya blog (padahal tidak update juga), bla bla bla....
Pernyataan diatas bisa dilihat dalam kolom Dari Redaksi yang ditulis oleh Pemred Femina. Bagaimana menurut rekan-rekan? Adakah perasaan tergelitik... atau tersinggung? Tapi tunggu dulu, pernyataan sang Pemred tersebut masih ada kelanjutannya, berikut potongan lainnya...
“Mungkin ini urusan pribadi, namun di ranah profesional hal ini sulit dibenarkan. Penghargaan terhadap mereka yang betul-betul berprofesi itu menjadi terabaikan. Apalagi ketika mereka kalah ‘pamor’ dengan para wannabe ini yang populer di ranah maya”.
Gimana? Ada yang tersenggol? Pernyataan di atas saya ketahui dari blog Kompasiana milik mas Gapey Sandy (go to the TKP). Menurut saya tulisan mas Gapey dapat mengekspresikan respon sebagian blogger (catet: belum tentu semua), tapi saya sendiri ingin nimbrung juga.

Kalau saya, tidak merasa tersenggol, tapi saya ingin menyebut pernyataan itu sebagai aksi kurang produktif (mau bilang "aksi resek" agak kasar kayaknya :v). Seperti yang ibu Pemred katakan, "Mungkin ini urusan pribadi...."... nah sudah tahu urusan pribadi, tapi masih dibahas? Rasanya kalau sudah urusan pribadi, biarkan saja. Biarkan para wannabe itu (termasuk saya) ingin eksis. Saya akui memang saya ingin eksis, tapi sayang disayang belum juga tercapai minat saya itu.

Kalau masalah kalah pamor, ini suatu hal yang menurut saya "tak ada logika" (agnesmonika mode on). Nggak mungkinlah wannabe lebih populer dari yang orie. Nggak mungkin, kalaupun mungkin, mungkin itu hanya perasaan ibu Pemred aja... eaaa...

Dari pernyataan-pernyataan bu Pemred itu, memunculkan tanya dalam hatiku...
Pantaskah aku di sebut blogger? 
Setelah kontemplasi yang cukup mendalam hinggs kedalam "bilek temenong", akhirnya saya menyimpulkan bahwa, saya Pantas disebut sebagai seorang blogger, walaupun misalnya saya hanya update blog setahun sekali, saya tetap pantas disebut blogger. Karena, itu adalah urusan pribadi saya. Jika ibu Pemred atau teman-teman lain beranggapan saya bukan blogger, itu urusan pribadi teman-teman sendiri. Silahkan sebut saya apa saja, tapi jangan bilang saya ganteng...

Tapi kalau ada orang yang tiap hari bikin postingan di blog, tapi tidak mau menyebut dirinya sebagai blogger, maka itu juga terserah yang bersangkutan. Jadi, dia bukan  blogger. Karena bisa jadi dia lebih nyaman kalau disebut sebagai... Internet Marketer, misalnya.

Blogger, menurut saya adalah aktifitas hobi yang bisa disebut sebagai label atau branding.  Ada dua pihak utama yang memberikan kita label, yaitu diri kita sendiri, dan orang lain. Nah, menurut saya (sotoy mode on), ibu Petty diatas tidak bisa membedakan antara hobi (label branding) dengan profesi.

Misalnya ada seseorang yang senang bermain bola, jika saya katakan dia sebagai pemain bola, salahkah? Saya pikir bisa salah, tapi secara kebahasaan benar. Seseorang yang sedang bermain bola disebut sebagai pemain bola. Nah, beda dengan Messi atau Ronaldo, mereka pemain bola, tapi ada tambahan dibelakangnya, yaitu kata "Profesional". Jadinya, Messi dan Ronaldo adalah Pemain Bola Profesional.

Demikian pula dengan blogger, walaupun punya blog yang update setahun sekali, dia tetap blogger. Tapi mungkin, bukan blogger profesional. Adapun halnya dengan penulis, sama juga, ada penulis biasa, ada penulis profesional. Tapi sama-sama penulis, terserah apakah yang bersangkutan sendiri yang mengaku sebagai penulis, atau orang lain yang menyebut dirinya sebagai penulis. Itu urusan pribadi masing-masing.

Intinya menurut saya, jangan terjebak dengan label. Label itu penting, tapi jangan sampai label itu menjadi semacam penjara yang mengungkung kreatifitas. Label itu hanya bawaan dari apa yang kita lakukan. Pede-lah dengan aktifitas dan kreatifitas yang kita cintai, orientasikan amalan kita untuk kebaikan manusia, bukan untuk dibilang baik (baca: label). Biarkan orang lain mengatakan kita ganteng, itu urusan mereka, yang penting kita tampan. Huahahahaha....

Comments

  1. Jadi aku termasuk blogger dong? Hehe. Sempet ragu tentang ini. Tapi kalo lihat analogi pemain bola jadi nakin yakin. Yakin kalo titik-titik

    ReplyDelete
  2. kalau saya tidak tampan, tapi cantik. kalau ada yg bilang tampan, itu resek sekali... *gagal fokus* :D

    betul tuh, takkan mungkin yg wannabe bisa lebih wow daripada yg pro, kecuali atas izin-Nya. kalaupun ada itu pun biasanya takkan lama. hukum di dunia sudah jelas, siapa yg menanam dia yg menuai, jadi kalaupun wannabe (atau newbie) bisa lebih tenar, ya pasti karna ada yg dia tanam. kalau yg pro belum tenar, bisa jadi memang belum saatnya atau bisa jadi rejekinya nanti lebih besar lagi karena kan pro kan pasti lebih mutu. eh tapi, masak sih pro mikirin ketenaran? bukannya ketenaran itu beriringan dengan keprofesionalan?

    ah sudahlah. suka2 orang lah, bilang apa. saya ngeblog azzzah... :D happy blogging for every blogger!

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju mbak... biarkan ayam berkokok, kita teruskan sarapan... :D
      lagian kalau udah tenar mungkin udah profesional juga, tapi ya... ah sudahlah... kita tetep ngeblog aja mbak cantik... kita mah gitu orangnya.... digituin nggak ngaruh kayaknya... :D

      Delete
  3. Hobi bisa jadi profesi tapi profesi belum tentu jadi hobi heehehe.... saya ga setuju juga sama pendapat sama ibu Pimred itu. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hobi atau profesi yang penting ikhlas, betul nggak mbak? biarlah orang berkata apa.... #sing

      Delete
  4. pantas atau tak pantas aku disebut dengan blogger atau penulis apalah yang penting aku terus menulis

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju mbak... gimana kitanya aja.... yang penting enak... :D

      Delete
  5. Menurut saya juga hampir sama. Agak saru antara profesi dan label. Dan yang namanya profesi itu bisanya menyangkut profit sih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduh, saru ya mbak, jadi pengertian saru itu apa ya? saya tahunya saru itu berhubungan dengan ehmmm...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Horor Kampus IPB Baranangsiang

Kota Bogor memiliki banyak objek wisata yang menarik, salah satunya adalah bangunan kampus IPB Dramaga yang berada di tengah-tengah kota bogor, seberang jalan Kebun Raya Bogor. Sebagian area kampus ini sekarang telah menjadi bangunan yang kita kenal sebagai Mall Botani Square, Alhamdulillah pemerintah kota Bogor bersama pejabat-pejabat di Institut Pertanian Bogor telah menetapkan bangunan Kampus IPB Baranangsiang tersebut sebagai sebuah situs cagar budaya. Kampus IPB Baranangsiang tampak depan Sebagai salah satu bangunan tertua di kota Bogor, kampus IPB Baranangsiang memiliki banyak kisah Urban Legend. Beberapa yang paling terkenal adalah kisah tentang dosen misterius dan elevator tua. Kisah tentang dosen misterius saya dengar dari salah satu teman  sekelas saya di Pascasarjana ARL, beliau mendapatkan cerita itu dari seorang kakak tingkatnya. Jadi saya juga tidak mendapatkan langsung dari yang mengalaminya sendiri. Menurut cerita teman saya tersebut, pada suatu malam (kuliah

Tips Submit Artikel di Vivalog agar di Approve

Sudah bebeberapa artikel saya submit di vivalog , sudah beberapa kali malah, tapi tidak satu pun yang masuk dan di publish di sana. Rasanya agak frustasi juga (yang ringan saja), karena agak bertanya-tanya apa yang salah dari artikel saya. Saya pun mencari-cari apa yang salah dengan artikel yang saya submit di beberapa blog melalui google. Akhirnya karena tidak juga menemukan jawaban yang memuaskan saya melepas i-frame dari vivalog karena merasa ada ketidakadilan. Sementara saya memasang frame di blog saya, vivalog tidak menerima satupun artikel yang saya submit. Kemarin, saya mencoba kembali submit artikel di vivalog , Alhamdulillah, saya sangat bersyukur ternyata kali kemarin artikel saya bisa di approve dan di publish di vivalog. Bahkan langsung menjadi salah satu artikel populer, dan seperti penjelasan di banyak blog lainnya, visitor saya langsung meroket hingga sepuluh kali lipat. Rasanya jadi terbayar sekali saya membuat atau menyadur artikel di blog saya . Saya kemu

Serakalan - Budaya Masyarakat Melayu Sambas

Bagi masyarakat Sambas, Serakalan adalah kata yang sangat familiar. Serakalan adalah salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat Sambas, namun juga dikenal oleh beberapa masyarakat Islam lain di Indonesia. Kebudayaan ini masuk bersamaan dengan kedatangan Islam ke Indonesia. Beberapa waktu yang lalu dalam kunjungan saya ke Sambas sempat mengikuti acara Serakalan yang dilakukan di rumah salah satu keluarga jauh. Berada di tengah-tengah acara Serakalan tersebut benar-benar pengalaman baru bagi saya. Bersyukur juga budaya melayu ini masih dipertahankan masyarakat Sambas. Pada awalnya Serakalan merupakan wujud ekspresi ta’dzim yang berhubungan dengan peristiwa kedatangan Rasulullah hijrah di Madinah. Serakalan berisi syair-syair Pujian kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam istilah lain, ritual ini dapat pula disebut dengan Marhabanan atau “debaan” (Maulid Ad-Diba’iy). Pembaca Serekalan - Sambas Serakalan telah berkembang dikalangan masyarakat Sambas dan dikemas sedemikian rupa sehingga