National Geographic dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa tahun 2015 adalah tahun terpanas dalam rekaman ilmuan dunia. Panas tersebut benar-benar saya rasakan saat melangkah di gertak (jalan tepi sungai terbuat dari kayu) di tepian sungai Sambas, kulit serasa pedas. Langkah kami percepat menuju rumah salah satu keluarga yang berada di tepi Sungai Sambas.
Saat melewati salah satu rumah, empunya rumah keluar yang ternyata adalah teman dari bang Fari (abang ipar saya), kami pun singgah di rumah tersebut. Setelah beberapa menit ngobrol ngalur ngidul, kami ditawari untuk mencicipi Bubur Pedas. Setelah menolak beberapa kali tawaran padahal mau, akhirnya kami terima juga tawaran tersebut.
Selesai makan dan diskusi semi serius tentang batu-batu dan berakhir dengan bang Fari berhasil mengantungi beberapa batu, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kakak bang Fari yang tidak jauh dari rumah yang barusan kami singgahi. Seorang laki-lagi setengah baya sedang merawat sampannya di bawah gertak yang kali lewati, tak lama kemudian seorang anak laki-laki melewati kami dan mengatakan telah terjadi kebakaran di pasar Sambas, Kami tetap berlalu masuk ke dalam rumah yang menjadi tujuan utama kami siang itu. Empunya rumah juga sudah menyediakan bubur pedas untuk kami nikmat, dan sebenarnya kakak bang Fari ini yang mengajak kami datang kerumahnya untuk menikmati bubur pedas masakannya.
Btw, apakah anda tahu dengan bubur pedas? Bubur pedas adalah salah satu masakan khas masyarakat Melayu Sambas. Masakan ini dibuat dari beras yang disangrai dengan kelapa dan lada dengan kadar tertentu. Beras tersebut kemudian dibuat menjadi bubur dan dicampur dengan berbagai jenis sayuran tergantung selera, namun ada satu jenis sayuran yang wajib ada dalam setiap bubur pedas, yaitu daun kesum.
Satu wadah besar bubur pedas diletakkan di lantai, disampingnya diletakkan juga satu piring seng berisi kacang dan ikan teri goreng. Tanpa kacang dan ikan teri tersebut, bubur pedas akan terasa kurang lengkap. Tanpa banyak cincong dan sudah tidak sabar menikmatinya, walaupun baru beberap menit sebelumnya sudah makan menu yang sama, saya langsung mengisi piring dengan bubur pedas. Alhamdulillah, Maknyos hingga dua porsi. Tekstur bubur yang lembut berpadu dengan lembutnya sayur-sayuran tinggi gizi menari di dalam mulut. Menurut saya, bubur pedas adalah masakan tradisional yang menyehatkan dengan kandungan gizi yang tinggi, terutama serat.
Selesai makan, cerita kami pendekkan dan melanjutkan perjalanan silaturahmi kami ke rumah-rumah berikutnya hingga kembali melintasi gertak kayu di tepi Sungai Sambas.
Saat melewati salah satu rumah, empunya rumah keluar yang ternyata adalah teman dari bang Fari (abang ipar saya), kami pun singgah di rumah tersebut. Setelah beberapa menit ngobrol ngalur ngidul, kami ditawari untuk mencicipi Bubur Pedas. Setelah menolak beberapa kali tawaran padahal mau, akhirnya kami terima juga tawaran tersebut.
Selesai makan dan diskusi semi serius tentang batu-batu dan berakhir dengan bang Fari berhasil mengantungi beberapa batu, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kakak bang Fari yang tidak jauh dari rumah yang barusan kami singgahi. Seorang laki-lagi setengah baya sedang merawat sampannya di bawah gertak yang kali lewati, tak lama kemudian seorang anak laki-laki melewati kami dan mengatakan telah terjadi kebakaran di pasar Sambas, Kami tetap berlalu masuk ke dalam rumah yang menjadi tujuan utama kami siang itu. Empunya rumah juga sudah menyediakan bubur pedas untuk kami nikmat, dan sebenarnya kakak bang Fari ini yang mengajak kami datang kerumahnya untuk menikmati bubur pedas masakannya.
Btw, apakah anda tahu dengan bubur pedas? Bubur pedas adalah salah satu masakan khas masyarakat Melayu Sambas. Masakan ini dibuat dari beras yang disangrai dengan kelapa dan lada dengan kadar tertentu. Beras tersebut kemudian dibuat menjadi bubur dan dicampur dengan berbagai jenis sayuran tergantung selera, namun ada satu jenis sayuran yang wajib ada dalam setiap bubur pedas, yaitu daun kesum.
Bubur Pedas Sambas (Kredit: Delyanet Karmoni) |
Selesai makan, cerita kami pendekkan dan melanjutkan perjalanan silaturahmi kami ke rumah-rumah berikutnya hingga kembali melintasi gertak kayu di tepi Sungai Sambas.
Wah, makan bubur pedas makin panas nih :D
ReplyDeletepanasnya makin nendang mbak... :D
Delete