Kawasan Pantai Selimpai Paloh Menjelang Matahari Terbenam (Kredit: Jonas Bagge P) |
Kunjungan pertama saya ke pantai Selimpai mungkin dilakukan pada tahun 2005. Perjalanan di mulai dari Sambas dimana saya menginap di rumah salah seorang teman, kami menunggu beberapa teman yang menyusul dari arah tebas (sudah agak lupa cerita detail atau validnya, efek waktu). Setelah dua orang teman tersebut tiba, karena tidak ada lagi yang ditunggu kami bergegas bergerak.
Perjalanan di lanjutkan lagi ke Sambas dimana sudah menunggu seorang teman yang tinggal disana. Singgah dalam waktu yang tidak lama, perjalanan kami lanjutkan lagi ke Sekura. Disini tinggal seorang teman lagi teman kami. Dia kemudian mengajak seorang lagi temannya yang satu kampus dengan kami tapi lain fakultas. Agak lama teman yang lain fakultas ini mempersiapkan diri, rupanya dia menyiapkan alat pancing yang akan digunakannya di Selimpai, karena menurutnya di Selimpai cukup banyak terdapat ikan.
Perjalanan dilanjutkan, iringan 3 motor dengan 2 orang diatas masing-masing motor menggilas jalan antara Sekura dan Paloh. Waktu itu adalah pertama kalinya saya menjejak kaki lebih jauh dari Sambas kearah utara. Jalan raya bergelombang-gelombang, lubang terdapat hampir diseluruh badan jalan.
Namun, di tengah perjalanan diatas gerutuk-gerutuknya jalan saya mendapatkan pemandangan yang cukup menarik yang belum pernah saya lihat di tempat lain yang pernah saya kunjungi (maklum, perjalanan paling jauh yang bisa diingat hanya ke Singkawang). Hampir sepanjang jalan menuju Paloh, tepian jalan di tanami dengan tanaman Alamanda alias bunga Terompet.
Sekitar dua jam kami bertarung dengan jalan yang sangat tidak ramah dengan punggung kami. Akhirnya kami sampai di dermaga Merbau. Hari sudah hampir petang, sepertinya tidak ada lagi orang yang ingin melaut. Karena yang melaut sudah sejak tadi berangkat. Kami mencari pemilik kapal yang mungkin bisa mengantar kami.
Alhamdulillah kami mendapatkannya, walaupun harus membayar dengan harga diatas harga biasa. Karena memang waktu keberangkatan kami agak luar biasa dan kapal yang kami gunakan juga agak besar. Masing-masing membayar Rp. 20.000 (kalau tidak salah). Kami berangkat ke Selimpai dengan perjanjian bahwa pemilik kapal harus menjemput kami keesokan harinya sekitar pukul 1 siang.
Perahu perlahan meninggalkan dermaga Merbau, awan matahari dibalik awan cakrawala telah menjelang peraduannya. Dari atas kapal saya dapat melihat muara sungai Paloh, yang menjadi gerbang ke laut Cina Selatan. Tapi kami tidak akan melewati muara itu, sekitar 3 kilometer sebelum muara perahu menepi di sebuah dermaga kayu. Beberapa pondok terlihat berdiri dibawah pohon-pohon kasuarina laut yang tumbuh seolah-olah terawat.
Kami turun dan langsung menuju bangunan tanpa dinding, tidak jauh dari bangunan tersebut berdiri sebuah plang papan nama Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing. Sedangkan di bangunan tanpa dinding tadi terdapat plang nama yang menjelaskan bahwa bangunan tersebut adalah tempat perbesaran tukik, bayi-bayi penyu. Ya, tanpa pengumuman kami sudah bisa melihat. Bayi-bayi tukik yang lucu dan imut berenang-renang didalam air. Sungguh pemandangan yang sangat menggugah, bayi-bayi penyu yang sedang bertahan di dalam tempat pembesaran yang sebenarnya bukan habitat mereka. Namun itu juga dilakukan untuk kebaikan mereka.
Bersambung
Comments
Post a Comment