Skip to main content

Lebaran, Silaturahmi di Bukit Kelam (2)

Lanjutan cerita kemarin.

Bangun pagi di kamar hotel, kami breefing untuk rencana kegiatan pada hari itu. Saya tidak ingat sama sekali bagaimana rencananya, intinya hari itu juga kami akan berangkat ke Bukit Kelam, tapi sebelum itu ada yang harus dibeli di pasar. O iya, malam tadi telah datang dua orang anak buah bang Junai dari Putussibau yang akan ikut dalam kegiatan pemanjatan tebing kelam ini.

Semua anggota tim keluar dari hotel untuk jalan-jalan di sekitar hotel sekalian ke pasar. Vivin sebagai satu-satunya perempuan menjadi penanggung jawab apa yang akan dibeli. Utamanya adalah sayuran. Ya, jadilah kami berangkat ke pasar untuk membeli sayuran.

Setelah belanja kami singgah di sebuah warung bubur yang tidak bisa saya ingat apa namanya dan dimana lokasinya, pokoknya tidak jauh dengan hotel Sakura. Tapi ada satu orang yang tidak ikut, yaitu bang Panjol yang memang tidak bisa sarapan pagi.

Setelah belanjaan sudah dibeli dan terasa lengkap, kami mengepack barang di kamar hotel. Barang-barang kemudian dibawa keluar dari hotel untuk segera di tempatkan ke dalam pickup yang akan membawa kami ke Bukit Kelam. Tapi sebelumnya foto-foto dulu.

Dan mesin pick-up pun menyala, rodanya mulai berputar, kami bergerak meninggalkan halaman hotel.

Jalan di dalam kota Sintang boleh dikatakan lumayan bagus, tapi jika dibandingkan dengan kondisi jalan diluar kota, jalan dalam kota mungkin boleh dibilang sangat mewah. Jalan yang entah sejak kapan menggunakan perkerasan batu-batu besar tersebut membuat tubuh menari-nari. Dan percayalah, Anda tidak akan suka melakukan tarian tersebut.

Alhamdulillah, tarian itu hanya berlangsung sekitar satu sampai dua jam. Setelah perjalanan penuh goyangan tersebut akhirnya kami dapat melihat Kelam. Bukit Batu yang berdiri gagah menghadap ke desa Kebong, pusat kecamatan Kelam Permai. Sakit-sakit di bemper tipis belakang badan segera terobati saat melihat tebing batu tersebut.

Mobil berbelok ke kiri, menuju taman bermain yang ada di kaki bukit kelam. Tidak lagi berlama-lama, kami langsung memulai pendakian. Lokasi tebing pemanjatan berketinggian kira-kira 60 meter mdpl. Petualangan di mulai!

Pendakian Bukit Kelam memang sangat berbeda dengan bukit-bukit lain di Kalimantan Barat. Mulai dari kakinya, Bukit Kelam langsung memberikan track yang lumayan berat. Mungkin sangat berat untuk beberapa orang, tapi bagi saya masih bisa di tolerir (ndak ade kesan sombong kan?). Keringat langsung bercucuran, otot-otot kaki dengan segera menjadi terik. Tapi tidak boleh mengeluh, ini pilihan, terus mendaki. Terus mendaki.

Beratnya track Kelam ini benar-benar menguras tenaga kami. Saya bersama seorang teman naik sedikit demi sedikit sambil ngobrol ngalur ngidul. Pendakian yang dimulai sejak siang tadi, belum juga selesai hingga azan maghrib berkumandang. Sementara langit semakin suram, kami masih merayapi tangga besi yang memang disediakan dinas pariwisata kabupaten Sintang. Langit yang semakin gelap agak menyulitkan kami untuk bergerak sehingga kami memutuskan untuk istirahat lagi, namun kami yakin base camp tempat teman-teman yang sudah duluan naik tidak akan jauh lagi.

Kira-kira pukul setengah tujuh, seberkas sinar bergerak-gerak di bawah kami. Cukup jelas bagi kami bahwa sinar tersebut berasal dari senter dan bergerak mendekati kami. Terdengar suara memanggil dari arah senter tersebut yang ternyata adalah salah satu senior kami yang tinggal di Sintang, bang Evi. Dengan bentuan penerangan dari senter bang Evi kami melanjutkan pendakian hingga sampai di camp dimana teman-teman lainnya sudah menunggu.

Makanan telah disiapkan, kami beramai-ramai makan sambil ngobrol-ngobrol dan dilanjutkan dengan beefing untuk kegiatan pendakian besok. Lanjut istirahat. Tidur.

Comments

  1. bolehlah ajak kamek kapan2... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. boleh lah... in sya Allah ada umur kite silaturahmi ke Bukit Kelam...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tomistoma Survey: Menyusuri Kapuas dan Leboyan

Danau Sentarum, adalah salah satu taman nasional Indonesia yang berlokasi di daerah perhuluan Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Pertama kali saya melihat secara langsung salah satu danau terunik di dunia ini sekitar November 2015. Saat melihat secara langsung tersebut, terbersit cita-cita di benak saya untuk mengunjunginya. Allah Sang Maha Pendengar mengabulkan cita-cita saya tersebut, tidak berapa lama selang dari terbang di atas danau, saya berkesempatan membelah air danau sentarum dari atas speedboat bertenaga 30 pk. Berikut adalah cerita perjalanan tersebut. Pemandangan Danau Sentarum dari Bukit Tekenang Perjalanan dimulai dari Pontianak dengan anggota terdiri dari Imanul Huda, Hari Prayogo dan Janiarto Paradise. Kami berkumpul di pool Damri Pontianak. Seperti jadwal biasanya, bus berangkat pada pukul 19.00 menuju Sintang. Perjalanan malam hanya menyajikan pemandangan gelapnya tepian jalan yang hanya kadang-kadang berhias lampu rumah masyarakat. Sisanya hanya sem...

Mie Ayam Keraton, Kemang

Saya sudah beberapa kali dengar tentang Kemang sebagai pusat kuliner Jakarta, hal ini langsung saya buktikan sendiri saat pertama kali datang ke Kemang. Kunjungan pertama saya adalah ke restoran Locarasa yang menyajikan resep-resep makanan bule dengan cita rasa Indonesia. Tapi kali ini saya tidak membahas tentang Lokarasa, kali ini saya ingin berbagi tentang kuliner kaki lima di sekitar kemang. Kuliner ini berada di pertigaaan jalan tidak jauh dari Favehotel Kemang (sekitar 25 meter). Di pojok kuliner ini terdapat beberapa gerobak makanan yang beranekaragam, ada yang menjual martabak manis, warteg, jus buah, kopi, dan mie ayam. Sebagai penggemar masakan mie, saya tergoda untuk merasai mie ayam di pojok kuliner kemang tersebut. Mie ayam keraton, demikian tag line yang tertulis di bagian depan gerobak tersebut. Nama yang menjanjikan, mungkin abang penjualnya punya resep mie ayam dari keraton. Setelah memesan, tidak butuh waktu lama bagi mas penjualnya untuk menghadirkan mie ayam kerat...

Kesegaran Kecombrang di Heart of Borneo

Jauh dari arus kendaraan yang mengental di banyak titik, hiruk pikuk pasar laksana sarang lebah. Salah satu wilayah kerja saya berada di kawasan jantung Kalimantan, atau sering disebut sebagai Heart of Borneo. Seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya di desa Tanjung, pagi kami disambut pemandangan bentangan Bukit Belang yang kadang bersih dan kadang berhias kabut putih.  Sarapan pagi bukan hal yang umum di desa Tanjung, namun berhubung ada tamu, empunya rumah memasak pagi-pagi untuk menghibur kami. Sebenarnya saya sendiri merasa sungkan, tapi lebih baik sungkan daripada sakit, kan? Disamping nasi dan lauknya, pagi itu perhatian saya tersita oleh sayuran berwarna merah mirip bunga yang dicincan. Ternyata sayur yang saya lihat itu memang bunga yang dicincang bersama tangkai tanamannya. Setelah menanyakan dan tahu nama tanamannya, saya langsung mencobanya. Pada kunyahan pertama, saya langsung menyukai sayuran tersebut. Antara pedas, segar dan wangi. Rasa yang membuat saya ketagihan...